Pada masa penjajahan Belanda, banyaknya korban yang berjatuhan memunculkan gagasan untuk membentuk perhimpunan Palang Merah Indonesia. Usulan tersebut diajukan oleh Dr. RCL Senduk dan Dr. Bahder Johan kepada pemerintah Belanda pada tahun 1932. Berdirinya Palang Merah di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak masa sebelum Perang Dunia Ke-II. Saat itu, tepatnya pada tanggal 21 Oktober 1873 Pemerintah Kolonial Belanda mendirikan Palang Merah di Indonesia dengan nama Nederlandsche Roode Kruis Afdeeling Indie (Nerkai), yang kemudian dibubarkan pada saat pendudukan Jepang.
Menjelang Perang dunia ke dua, Palang
Merah Indonesia Belanda memberikan kursus kepada orang-orang belanda mengenai
PPPK. Banyak pemuda dan siswa di lingkungan orang-orang belanda yang mengenakan
tulisan EHBO (Eerste Hulp bij Ongeluk/ Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan)
pada lengannya, untuk persiapan menghadapi jepang. Namun itu hanya sebagai
tanda orang-orang yang mempunyai keahlian teknis dan tidak ada lembaga khusus
di bidang kepalang merahan, dan akhirnya NERKAI hanya dikenal namanya saja, dan
rakyat tidak melihat kerjanya.
Perjuangan untuk mendirikan
Palang Merah Indonesia sendiri diawali sekitar tahun 1932. Kegiatan tersebut
dipelopori oleh Dr. RCL Senduk dan Dr Bahder Djohan. Rencana tersebut mendapat
dukungan luas terutama dari kalangan terpelajar Indonesia.
Diinspirasi oleh bacaan tentang sepakterjang Henry Dunant mengenai penanganan
korban perang, dan adanya Konvensi Genewa serta peristiwa penting yang menenal
banyak korban, baik dari sipil maupun militer, pada 1938, Dr. Senduk dan Dr.
Djohan dan beberapa intelektual muda mengungkapkan keinginan untuk membentuk
organisasi Palang Merah di Indonesia, pada saat berlangsunya sidang NERKAI di
Batavia (Jakarta). Namun usaha tersebut gagal, karena Belanda tidak
menginginkan adanya Palang Merah nasional di Indonesia. Sebagai gantinya pemuda
Indonesia mendirikan badan serupa yang diberi nama Penolong Korban Perang
(PEKOPE). Mereka berusaha keras membawa rancangan tersebut ke dalam
sidang Konferensi Nerkai pada tahun 1940 walaupun akhirnya ditolak
mentah-mentah. Terpaksa rancangan itu disimpan untuk menunggu kesempatan yang
tepat. Seperti tak kenal menyerah, saat pendudukan Jepang, mereka kembali
mencoba untuk membentuk Badan Palang Merah Nasional, namun sekali lagi upaya
itu mendapat halangan dari Pemerintah Tentara Jepang sehingga untuk kedua
kalinya rancangan itu harus kembali disimpan.
Tujuh belas hari setelah
proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Pada 3 September 1945, Presiden
Soekarno memerintahkan kepada Menteri Kesehatan Dr. Buntaran Martoatmodjo untuk
membentuk Badan Palang Merah Nasional. Pembentukan PMI dimaksudkan juga untuk
menunjukan pada dunia Internasional bahwa negara Indonesia adalah suatu fakta
yang nyata.
Pada tanggal 5 September 1945 Menteri kesehatan membentuk
panitia 5 untuk menyusun Organisasi palang Merah Indonesia. Panitia tersebut
adalah
Menkes RI dalam Kabinet I ( Dr. Boentaran ) membentuk Panitia 5 :
Ketua : Dr. R. Mochtar.
Penulis : Bahder Djohan.
Anggota : 1. Dr. Djoehana.
2. Dr. Marzuki.
3. Dr. Sintanala.
Menkes RI dalam Kabinet I ( Dr. Boentaran ) membentuk Panitia 5 :
Ketua : Dr. R. Mochtar.
Penulis : Bahder Djohan.
Anggota : 1. Dr. Djoehana.
2. Dr. Marzuki.
3. Dr. Sintanala.
Akhirnya
Perhimpunan Palang Merah Indonesia berhasil dibentuk pada 17 September 1945 dilantik
oleh Wakil Presiden RI Moch. Hatta yang sekaligus beliau sebagai Ketuanya dan merintis kegiatannya melalui bantuan
korban perang revolusi kemerdekaan Republik Indonesia dan pengembalian tawanan
perang sekutu maupun Jepang. Oleh karena kinerja tersebut, PMI mendapat
pengakuan secara Internasional pada tahun 1950 dengan menjadi anggota Palang
Merah Internasional dan disahkan keberadaannya secara nasional melalui Keppres
No.25 tahun 1959 dan kemudian diperkuat dengan Keppres No.246 tahun
1963.Pelantikan dilakukan di jalan Soerja No. 1 Jakarta. Adapun susunan
kepengurusannya sebagai berikut :
Ketua : Mochammad Hatta
Wakil Ketua : Dr. Buntaran Martoatmojo
Sekretaris : 1. Dr. R. Mochtar
Ketua : Mochammad Hatta
Wakil Ketua : Dr. Buntaran Martoatmojo
Sekretaris : 1. Dr. R. Mochtar
2.
Dr. Bahder Djohan
3.
Mr. Santoso.
Bendahara : Mr. Saubari
Penasihat : KH. Rd. Adnan
Anggota : Mr. Subardjo, Mr. A.A. Maramis, Ir. Surachman, RAA Wiranatakusumah,
Penasihat : KH. Rd. Adnan
Anggota : Mr. Subardjo, Mr. A.A. Maramis, Ir. Surachman, RAA Wiranatakusumah,
Prof.
Mr. Dr. Soepomo, Mr. Iwa
Kusumasumantri, Mr. Kasiman Singodomedjo, R. Suwirjo, dr. Slamet Sudibjo, Prof.
Dr. Sarwono, dr. R Kodyat, dr. A. Rasyid, Wahid Sutan, Rahman Tamin, Supronoto,
Untung Laksmo, Mr. Palinkahu, dr. Hanafiah, dr. Marzuki.
Mulai
saat tersebut, bangsa Indonesia memiliki suatu badan penolong nasional yang
berkedudukan di Hotel Du Pavillon, jalan Rijswijk 27 (Sekarang Hotel Majapahit,
komlek perkantoran sekretariat Negara bagian barat) Jakarta.
Pada
masa peperangan terjadi dimana – mana, dalam usia muda PMI menghadapi
kesulitan, kurang pengalaman, kurang peralatan dan dana. Namun orang – orang
secara sukarela mengerahkan tenaganya, sehingga urusan Kepalangmerahan dapat
diselenggarakan. Dari pertolongan dan bantuan seperti :
- Dapur Umum ( DU ).
- Pos PPPK ( P3K ).
- Pengangkutan dan perawatan korban
pertempuran.
- Sampai penguburan jika ada yang meninggal.
Dilakukan oleh
laskar – laskar Sukarela dibawah Panji Palang Merah yang tidak memandang
golongan, agama dan politik. Pada waktu itu dibentuk Pasukan Penolong Pertama (
Mobile Colone ) oleh cabang – cabang, anggotanya terdiri dari pelajar.
Beberapa
Peristiwa Sejarah PMI
1. Tanggal 16 Januari 1950. Dikeluarkan
Keputusan Presiden RI No. 25 / 1950 tentang pengesahan berdirinya PMI.
2. Tanggal 15 Juni 1950. PMI diakui oleh ICRC.
3. Tanggal 16 Oktober 1950. PMI diterima
menjadi anggota Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
dengan keanggotaan No. 68.
Kini jaringan kerja PMI tersebar di 30 Daerah Propinsi / Tk.I dan 323 cabang di daerah Tk.II serta dukungan operasional 165 unit Transfusi Darah di seluruh Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar