Selasa, 17 September 2013

SEJARAH PALANG MERAH INDONESIA (PMI)


           Pada masa penjajahan Belanda, banyaknya korban yang berjatuhan memunculkan gagasan untuk membentuk perhimpunan Palang Merah Indonesia. Usulan tersebut diajukan oleh Dr. RCL Senduk dan Dr. Bahder Johan kepada pemerintah Belanda pada tahun 1932. Berdirinya Palang Merah di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak masa sebelum Perang Dunia Ke-II. Saat itu, tepatnya pada tanggal 21 Oktober 1873 Pemerintah Kolonial Belanda mendirikan Palang Merah di Indonesia dengan nama Nederlandsche Roode Kruis Afdeeling Indie (Nerkai),  yang kemudian dibubarkan pada saat pendudukan Jepang.
Menjelang Perang dunia ke dua, Palang Merah Indonesia Belanda memberikan kursus kepada orang-orang belanda mengenai PPPK. Banyak pemuda dan siswa di lingkungan orang-orang belanda yang mengenakan tulisan EHBO (Eerste Hulp bij Ongeluk/ Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) pada lengannya, untuk persiapan menghadapi jepang. Namun itu hanya sebagai tanda orang-orang yang mempunyai keahlian teknis dan tidak ada lembaga khusus di bidang kepalang merahan, dan akhirnya NERKAI hanya dikenal namanya saja, dan rakyat tidak melihat kerjanya.
Perjuangan untuk mendirikan Palang Merah Indonesia sendiri diawali sekitar tahun 1932. Kegiatan tersebut dipelopori oleh Dr. RCL Senduk dan Dr Bahder Djohan. Rencana tersebut mendapat dukungan luas terutama dari kalangan terpelajar Indonesia. Diinspirasi oleh bacaan tentang sepakterjang Henry Dunant mengenai penanganan korban perang, dan adanya Konvensi Genewa serta peristiwa penting yang menenal banyak korban, baik dari sipil maupun militer, pada 1938, Dr. Senduk dan Dr. Djohan dan beberapa intelektual muda mengungkapkan keinginan untuk membentuk organisasi Palang Merah di Indonesia, pada saat berlangsunya sidang NERKAI di Batavia (Jakarta). Namun usaha tersebut gagal, karena Belanda tidak menginginkan adanya Palang Merah nasional di Indonesia. Sebagai gantinya pemuda Indonesia mendirikan badan serupa yang diberi nama Penolong Korban Perang (PEKOPE). Mereka berusaha keras membawa rancangan tersebut ke dalam sidang Konferensi Nerkai pada tahun 1940 walaupun akhirnya ditolak mentah-mentah. Terpaksa rancangan itu disimpan untuk menunggu kesempatan yang tepat. Seperti tak kenal menyerah, saat pendudukan Jepang, mereka kembali mencoba untuk membentuk Badan Palang Merah Nasional, namun sekali lagi upaya itu mendapat halangan dari Pemerintah Tentara Jepang sehingga untuk kedua kalinya rancangan itu harus kembali disimpan.
Tujuh belas hari setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Pada 3 September 1945, Presiden Soekarno memerintahkan kepada Menteri Kesehatan Dr. Buntaran Martoatmodjo untuk membentuk Badan Palang Merah Nasional. Pembentukan PMI dimaksudkan juga untuk menunjukan pada dunia Internasional bahwa negara Indonesia adalah suatu fakta yang nyata.
Pada tanggal 5 September 1945 Menteri kesehatan membentuk panitia 5 untuk menyusun Organisasi palang Merah Indonesia. Panitia tersebut adalah
Menkes RI dalam Kabinet I ( Dr. Boentaran ) membentuk Panitia 5 :
Ketua                    : Dr. R. Mochtar.
Penulis         : Bahder Djohan.
Anggota       : 1. Dr. Djoehana.
                    2. Dr. Marzuki.
                    3. Dr. Sintanala.
Akhirnya Perhimpunan Palang Merah Indonesia berhasil dibentuk pada 17 September 1945 dilantik oleh Wakil Presiden RI Moch. Hatta yang sekaligus beliau sebagai Ketuanya  dan merintis kegiatannya melalui bantuan korban perang revolusi kemerdekaan Republik Indonesia dan pengembalian tawanan perang sekutu maupun Jepang. Oleh karena kinerja tersebut, PMI mendapat pengakuan secara Internasional pada tahun 1950 dengan menjadi anggota Palang Merah Internasional dan disahkan keberadaannya secara nasional melalui Keppres No.25 tahun 1959 dan kemudian diperkuat dengan Keppres No.246 tahun 1963.Pelantikan dilakukan di jalan Soerja No. 1 Jakarta. Adapun susunan kepengurusannya sebagai berikut :
Ketua              : Mochammad Hatta
Wakil Ketua    :  Dr. Buntaran Martoatmojo
Sekretaris      : 1. Dr. R. Mochtar
   2. Dr. Bahder Djohan
   3. Mr. Santoso.
Bendahara     : Mr. Saubari
Penasihat       : KH. Rd. Adnan
Anggota         : Mr. Subardjo, Mr. A.A. Maramis, Ir. Surachman,  RAA Wiranatakusumah,
Prof. Mr. Dr.   Soepomo, Mr. Iwa Kusumasumantri, Mr. Kasiman Singodomedjo, R. Suwirjo, dr. Slamet Sudibjo, Prof. Dr. Sarwono, dr. R Kodyat, dr. A. Rasyid, Wahid Sutan, Rahman Tamin, Supronoto, Untung Laksmo, Mr. Palinkahu, dr. Hanafiah, dr. Marzuki.

Mulai saat tersebut, bangsa Indonesia memiliki suatu badan penolong nasional yang berkedudukan di Hotel Du Pavillon, jalan Rijswijk 27 (Sekarang Hotel Majapahit, komlek perkantoran sekretariat Negara bagian barat) Jakarta.

Pada masa peperangan terjadi dimana – mana, dalam usia muda PMI menghadapi kesulitan, kurang pengalaman, kurang peralatan dan dana. Namun orang – orang secara sukarela mengerahkan tenaganya, sehingga urusan Kepalangmerahan dapat diselenggarakan. Dari pertolongan dan bantuan seperti :
-      Dapur Umum ( DU ).
-      Pos PPPK ( P3K ).
-      Pengangkutan dan perawatan korban pertempuran.
-      Sampai penguburan jika ada yang meninggal.
Dilakukan oleh laskar – laskar Sukarela dibawah Panji Palang Merah yang tidak memandang golongan, agama dan politik. Pada waktu itu dibentuk Pasukan Penolong Pertama ( Mobile Colone ) oleh cabang – cabang, anggotanya terdiri dari pelajar.

Beberapa Peristiwa Sejarah PMI
1.     Tanggal 16 Januari 1950.  Dikeluarkan Keputusan Presiden RI No. 25 / 1950 tentang pengesahan berdirinya PMI.
2.    Tanggal 15 Juni 1950. PMI diakui oleh ICRC.
3.    Tanggal 16 Oktober 1950. PMI diterima menjadi anggota Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah dengan keanggotaan No. 68.


Kini jaringan kerja PMI tersebar di 30 Daerah Propinsi / Tk.I dan 323 cabang di daerah Tk.II serta dukungan operasional 165 unit Transfusi Darah di seluruh Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar